The Bet : Love Begin #3

AN ORIGINAL NOVEL WRITTEN BY JAMIE MCGUIRE WITH TITLE “BEAUTIFUL DISASTER”

Rewritten by bluesch ©2017

A poster by Afina23@Poster Channel

| Minho, Taemin, Kibum, Jinki |

-cue-

Matahari tampak terik—namun tak panas—saat aku bercengkerama bersama Jonghyun di tangga depan kampus. Aku mengarahkan wajahku ke arah matahari saat ia menceritakan tentang acara dansa, bir, dan teman barunya yang gigih selama akhir pekan kemarin.

“Jika kau tidak menyukainya, kenapa kau membiarkannya membelikanmu minuman?” aku tertawa setelah mendengar ceritanya.

“Jawabannya sederhana, Taemin. Aku sedang tidak punya uang,” aku tertawa lagi dan Jonghyun menusukkan sikunya padaku lalu melihat Minho berjalan ke arah kami.

“Hai, Minho,” Jonghyun menyapanya sambil mengedipkan sebelah matanya padaku.

“Hai, Jjong,” Minho mengangguk dan memainkan kunci di jari-jari tangannya yang panjang. “Aku akan pulang. Apa kau butuh tumpangan, Sweety?”

“Aku baru saja akan ke asrama,” jawabku tersenyum padanya sambil mengenakan tas ranselku di punggung.

“Kau tidak tinggal bersamaku malam ini?” tanyanya. Wajahnya tampak terkejut dan kecewa. Lucu sekali.

“Tidak, aku akan menginap di sana. Hanya saja aku harus mengambil beberapa barang yang lupa aku bawa dari asrama.”

“Barang apa?”

Well, pisau cukurku misalnya. Apa pedulimu?”

“Memang sudah waktunya kau mencukur bulu kakimu. Karena melukai punyaku. Dan juga titik-titik yang ada di dagumu itu—sangat mengganggu,” katanya sambil menyeringai nakal.

“Itulah awalnya gosip menyebar!” mata Jonghyun melotot saatmemandangku sekilas dan aku mengerutkan dahi ke arah Minho.

“Aku hanya tidur di tempat tidurnya. Hanya tidur,” aku melihat ke arah Jonghyun dan menggelengkan kepalaku.

“Ya, hanya tidur,” kata Jonghyun sambil tersenyum puas. Aku memukul tangan Jonghyun sebelum ia berlari meninggalkanku dan Minho. Minho berada di sampingku saat aku tiba di asrama.

“Oh, jangan marah. Aku hanya bercanda.”

“Semua orang sudah berpikiran kita sudah melakukannya. Dan kau membuatnya semakin parah.”

“Siapa yang peduli dengan apa yang mereka pikirkan?”

“Aku, Minho. Aku peduli.”

***

Sesampainya di asrama, aku mendorong pintu kamarku hingga terbuka. Memasukkan barang-barang yang aku butuhkan ke dalam tas kecil, lalu melangkah keluar dan Minho mengikuti di belakang. Ia tertawa saat mengambil tas dari tanganku.

“Itu tidak lucu. Apa kau ingin semua orang di kampus berpikir kalau aku adalah salah satu pelacurmu?” Bentakku ke arahnya. Minho mengerutkan dahinya.

“Taemin! Tidak ada seorangpun yang berpikir seperti itu! Dan jika ada, mereka akan berharap aku tak pernah mendengarnya.”

“Astaga, semua orang mungkin berpikir kita berpacaran. Tapi kau tetap melakukan kebiasaanmu tanpa rasa malu sama sekali. Aku pasti sangat menyedihkan,” kataku. Lalu menyadari apa yang baru saja aku ucapkan. “Kupikir aku tak akan tinggal bersamamu lagi. Kita harus saling menjauh untuk sementara waktu,” aku mengambil tas darinya dan ia merebutnya lagi.

“Tak ada seorangpun yang berpikir kita berpacaran, Taemin. Kau tak harus berhenti bicara padaku untuk membuktikannya,” kami tarik-menarik memperebutkan tas dan ketika ia menolak untuk melepaskannya, aku menggeram keras dengan frustasi.

“Tidak ada yang tahu apa yang mereka pikirkan tentang kita, meskipun kita telah menjelaskannya!” ia berjalan ke parkiran sambil menarik pergelangan tanganku.

“Aku akan perbaiki itu, oke? Aku tak ingin ada seseorang yang berpikiran buruk tentangmu karena aku,” katanya dengan ekspresi terganggu. Mata bulatnya berbinar lalu tersenyum. “Biarkan aku menebusnya. Bagaimana kalau kita pergi ke Vinga?”

“Itu bar para pecinta anggur,” cibirku.

“Oke, kalau begitu kita pergi ke Gogo’s. Aku akan mengajakmu makan malam di ChiMC. Aku traktir.”

Cih. Bagaimana bisa makan malam dan pergi clubbing akan memerbaiki masalah? Kalau orang lain melihatnya, itu akan membuatnya semakin buruk.”

“Coba pikir, aku, mabuk, di ruangan penuh perempuan setengah telanjang,” katanya seraya menaiki motor. “Tidak akan membutuhkan waktu yang lama untuk mereka mengetahui bahwa kita bukan pasangan.”

“Jadi aku harus apa? Mencari seseorang dari Gogo’s untuk mengantarku pulang?”

“Aku tidak berkata begitu. Tak perlu terlalu berlebihan,” katanya lagi sambil mengerutkan dahinya. Aku memutar mataku lalu naik ke atas motor dan meletakkan tanganku di pinggangnya.

“Apa nanti akan ada seorang perempuan yang ikut kita pulang? Itu kah caramu menebusnya?”

“Kau.. tidak cemburu kan, Sweety?”

“Cemburu pada apa? Pada pembawa penyakit seksual menular bodoh yang akan menyerangmu dan membuatmu kesal pada pagi harinya?”

Minho tertawa lalu menyalakan motornya. Ia melesat menuju rumahnya dengan kecepatan dua kali lipat dari kecepatan maksimum. Aku menutup mataku agar tidak melihat pada bayangan pohon dan kendaraan yang kami lewati.

“Apa kau lupa kalau ada aku di belakangmu? Apa kau mencoba membunuhku?” ucapku memukul bahunya saat turun dari dari motor.

“Sangat sulit melupakanmu ada di belakangmu saat tangan mungilmu memeluk pinggangku dengan sangat erat,” ia menyeringai bodoh.

“Aku tidak bisa membayangkan cara untuk mati lebih baik dari ini.”

“Kami berencana untuk pergi keluar malam ini, kalian ikut?” kata Kibum. Kami baru saja masuk saat ia keluar dari kamar Jinki. Aku memandang Minho dan tersenyum.

“Kami berencana makan di ChiMC sebelum ke Gogo’s,” kataku. Kibum tersenyum lebar.

“Jinki-ya!” panggilnya sambil berlari ke kamar mandi. “Kita akan pergi keluar malam ini!”

Aku mendapat giliran terakhir untuk mandi. Jinki, Kibum, dan Minho sudah tidak sabar menunggu di depan pintu ketika aku keluar dari kamar mandi memakai all-black; kemeja hitam dengan kancing teratas aku buka, skinny jin hitam favoritku, serta running shoes yang juga hitam.

Kibum bersiul melihatku, padahal pakaianku biasa-biasa saja jika dibandingkan dengannya. Tapi aku tersenyum menghargai. Minho juga terlihat tersenyum sambil menarikku keluar pintu.

Kami merasa terlalu bising dan tidak nyaman di ChiMC. Kami sudah cukup banyak minum sebelum pergi ke Gogo’s. Jinki memasuki tempat parkir, berputar-putar mencari tempat untuk parkir.

“Jinki, cepatlah!” Kibum menggerutu.

“Bersabarlah sedikit, Sayang. Aku harus menemukan tempat yang agak luas untuk parkir. Aku tak ingin orang idiot yang mabuk merusak cat mobilku.” Setelah kami parkir, Minho memajukan kursinya dan membantuku keluar.

Di dalam, Kibum langsung menarikku ke lantai dansa. Rambutnya berantakan dan aku tertawa pada bibirnya yang didorong maju seperti bebek saat ia bergerak mengikuti musik. Ketika lagu berakhir, kami bergabung dengan Jinki dan Minho di meja bar. Ada seorang perempuan yang sangat seksi, berambut pirang di samping Minho dan ekspresi mabuk Kibum menjadi rasa jijik.

“Akan selalu seperti ini sepanjang malam, Kibum-ah. Acuhkan saja mereka,” kata Jinki sambil menunjuk kearah sekumpulan perempuan yang berada tidak jauh dari kami menggunakan kepalanya. Mata mereka memandangi si pirang, menunggu giliran mereka untuk mendekati Minho.

Minho memesan dua botol bir, si pirang sedikit mendesah, membasahi bibirnya lalu tersenyum. Bartender membuka tutup botol dan menyerahkannya pada Minho. Si pirang mengambil salah satu botol bir itu tapi Minho mengambilnya kembali dari tangannya.

“Bukan untukmu,” kata Minho padanya lalu menyerahkan botol itu padaku.

Awalnya aku berpikir untuk membuang bir itu ke tempat sampah tapi perempuan itu tampak tersinggung, lalu aku tersenyum dan meminum bir itu. Ia melangkah pergi dengan dongkol dan aku tersenyum karena tampaknya Minho tak peduli.

“Memangnya aku akan membelikan minuman untuk seseorang di bar?” katanya sambil menggelengkan kepala. Aku mengangkat botol birku ke atas dan ia tersenyum kecil. “Kalau kau berbeda,” aku bersulang dengannya.

“Untuk menjadi satu-satunya orang yang tidak diajak tidur oleh laki-laki yang tidak punya aturan,” kataku sambil meneguk birku.

“Apa kau serius?” tanyanya sambil menarik botol bir dari mulutku. Dan ketika aku tidak menarik kembali kata-kataku, ia bersandar mendekat ke arahku. “Pertama, aku punya aturan. Aku tidak pernah bersama orang jelek, tidak pernah. Kedua, aku ingin tidur denganmu. Aku telah membayangkan menidurimu di sofaku dengan lima puluh gaya yang berbda. Tapi aku tidak melakukannya karena aku tidak melihatmu seperti itu lagi sekarang. Bukan karena aku tidak tertarik padamu, aku hanya berpikir bahwa kau lebih baik dari itu.” Aku tak dapat menahan senyum puas yang merayap di wajahku.

“Kau berpikir bahwa aku terlalu baik untukmu?” Ia menyeringai dengan penghinaan keduaku.

“Aku tak dapat menyebutkan satu orangpun yang cukup baik untukmu.” Kesombonganku mencair hilang dan digantikan oleh perasaan tersentuh dan senyum menghargai.

“Terima kasih, Minho,” kataku sambil meletakkan botol kosongku di atas meja bar.

“Ayo,” Minho berkata sambil menarikku ke tengah kerumunan di lantai dansa.

“Aku terlalu banyak minum. Aku akan terjatuh,” Minho tersenyum dan menarikku ke arahnya, memegang pinggulku.

“Diam dan berdansalah.”

Kibum dan Jinki muncul di samping kami. Minho hampir membuatku panik dengan caranya memelukku. Jika ia menggunakan salah satu gerakan ini di sofa, aku dapat mengerti kenapa banyak perempuan mau dipermalukan keesokan harinya.

Ia bergerak dengan lincah di pinggulku dan aku menyadari kalau ekspresinya berbeda, hampir serius. Aku menggerakkan tanganku di atas dadanya yang tanpa cacat dan six-pack yang saat itu meregang dan menjadi keras di bawah kaos ketatnya mengikuti musik. Aku membelakanginya dan tersenyum ketika ia memeluk pinggangku. Ditambah alkohol dalam darahku, ketika menarik tubuhku ke tubuhnya, aku berpikir itu semua lebih dari sekedar teman.

Lagu berikutnya terlalu bersemangat untuk kami berdansa dan Minho tidak menunjukkan tanda kalau ia ingin kembali ke meja bar. Butiran keringat di belakang leherku dan lampu sorot warna-warni membuatku sedikit pusing. Aku menutup mataku dan menyandarkan kepalaku di bahunya. Ia memegang tanganku dan menariknya ke atas lehernya. Tangannya bergerak ke bawah tanganku, lalu ke tulang rusukku, dan akhirnya kembali ke pinggulku. Ketika aku merasakan bibirnya lalu lidahnya di leherku, aku menjauh darinya. Ia tertawa sedikit terkejut.

“Ada apa, Sweety?”

Kemarahanku menyala, membuat kata-kata pedas yang ingin aku katakan tertahan di tenggorokanku. Aku kembali menuju bar dan memesan bir lagi. Minho mengambil tempat duduk di sampingku, mengangkat jarinya untuk memesan satu lagi. Tak lama setelah bartender meletakkan botol di hadapanku, aku meneguk setengah isinya sebelum membantingnya ke atas meja bar.

“Kau pikir itu akan mengubah pikiran semua orang tentang kita?” tanyaku sambil menarik kerah kemeja untuk menutupi tempat yang ia cium. Ia tertawa sekali lagi.

“Aku tak peduli dengan apa yang mereka pikirkan tentang kita,” aku menatapnya dengan pandangan jijik lalu melangkah pergi. “Taemin,” panggilnya sambil menyentuh tanganku. Aku menjauh darinya.

“Jangan. Aku tak akan pernah cukup mabuk untuk membiarkanmu meniduriku di sofa itu.”

Wajahnya berubah menjadi marah, tapi sebelum ia mengatakan sesuatu, seorang perempuan yang sangat menarik berambut kecokelatan dengan bibir tipis, mata hitam yang kecil, dan memakai baju yang belahan dadanya sangat rendah mendekatinya.

Well, ternyata benar ini Choi Minho,” katanya sambil menggerakkan dadanya naik turun di tempat yang tepat. Minho meminum birnya sambil tetap memandang ke dalam mataku.

“Hai, Haneul-ah.”

“Perkenalkan aku dengan pacarmu,” ia tersenyum. Aku memutar mataku karena betapa keterusterangannya sungguh menyedihkan.

Minho menengadahkan kepalanya untuk meminum habis birnya lalu mendorong dan luncurkan botol kosongnya di sepanjang meja bar. Semua orang yang sedang menunggu giliran untuk memesan memerhatikan botol itu hingga akhirnya jatuh dan masuk ke tempat sampah di ujung meja.

“Dia bukan pacarku.”

Minho menarik tangan Haneul yang dengan senang hati berjalan di belakangnya menuju lantai dansa. Minho menyerangnya selama lagu pertama, lagu berikutnya, dan berikutnya. Mereka menarik perhatian dengan cara Haneul membiarkan Minho menggerayanginya dan ketika ia membungkukkan Haneul, aku berpaling dari mereka.

“Kau kelihatan kesal,” kata seorang pria yang duduk di sampingku. “Apa dia pacarmu?”

“Bukan. Dia hanya temanku,” kataku menggerutu.

“Baguslah kalau begitu. Karena akan jadi canggung kalau itu adalah pacarmu,” katanya seraya memandang ke arah lantai dansa menggelengkan kepalanya ke arah tontonan itu.

“Aku tahu,” jawabku sambil meminum habis birku. Aku hampir merasakan efek dari dua minumanku sebelumnya dan gigiku mati rasa.

“Apakah kau mau minum lagi?” tanyanya. Aku menatapnya dan ia tersenyum. “Namaku Dongyup.”

“Aku Taemin,” jawabku sambil meraih uluran tangannya. Ia mengangkat dua jarinya untuk memesan dua lagi pada bartender lalu aku tersenyum. “Terima kasih.”

“Apa kau tinggal di sekitar sini?” tanyanya.

“Aku tinggal di asrama universitas dekat sini.”

“Aku tinggal di apatemen Prugio.”

“Kau tinggal di luar kota?” tanyaku. “Ah bukan luar kota, maksudku itu kan satu jam perjalanan. Apa yang kau lakukan di sini?”

“Aku seorang fresh graduate. Adikku kuliah di universitas yang sama seperti yang kau maksud, mungkin. Aku tinggal dengannya sepanjang minggu ini sambil mencari pekerjaan.”

“Oh. Mencoba menjalani kehidupan nyata?”

Dongyup tertawa. Aku membasahi bibir secara tak sengaja. Dan saat itu pula ia memerhatikanku.

“Warna yang bagus.”

“Mungkin kau akan mencobanya nanti,” tukasku tersenyum. Salahkan aku yang terlalu banyak minum malam ini. Rasa-rasanya sudah tak sadar mengatakan dan melakukan apa. Mata Dongyup berbinar ketika aku mendekat, lalu aku tersenyum ketika ia menyentuh lututku. Ia menarik tangannya kembali ketika Minho berdiri di antara kami.

“Kau sudah siap, Sweety?”

“Aku sedang mengobrol, Minho,” kataku sambil mendorongnya. Bajunya basah karena bersirkus di lantai dansa dengan Haneul. Kulihat Minho menyeringai.

“Apa kau benar-benar mengenal pria ini?”

“Namanya Dongyup,” jawabku sambil tersenyum semenggoda mungkin kearah Dongyup.

Ia mengedipkan satu matanya padaku, memandang Minho lalu mengulurkan tangannya. “Senang bertemu denganmu.” Minho melihat sekilas ke arahku dan aku mendengus.

“Dongyup, ini Minho,” aku bergumam pelan.

“Choi Minho,” kata Minho menambahkan, menatap tangan Dongyup seperti akan merobeknya hingga lepas.

Mata Dongyup melebar dan dengan canggung menarik kembali tangannya. “Choi Minho? Si petarung yang mematikan?”

Aku meletakkan kepalan tanganku di pipi, takut akan terjadi pertikaian yang dipicu hormon testosteron yang tak terelakkan. Minho meregangkan tangannya di belakangku untuk berpegangan pada meja bar.

“Ya benar. Kenapa?”

“Aku melihatmu pertarunganmu dengan Kim Hyunwoo tahun lalu. Aku pikir aku akan menyaksikan kematian seseorang.” Minho menatap tajam ke arahnya.

“Apa kau ingin melihatnya lagi?” Dongyup tertawa sekali lagi dan menatap kami bergantian. Ketika ia menyadari Minho serius, ia tersenyum padaku meminta maaf lalu pergi. “Kau siap pergi sekarang?” kata Minho sedikit membentak.

“Kau benar-benar brengsek, kau tahu itu?”

“Aku pernah dipanggil lebih parah,” katanya sambil membantuku turun dari kursi bar.

Kami mengikuti Kibum dan Jinki menuju mobil, ketika Minho berusaha memegang tanganku untuk menuntun ke tempat parkir, aku menepisnya. Ia berbalik dan aku tersentak lalu berhenti, mundur ketika ia hanya beberapa inci dari wajahku.

“Harusnya aku tinggal menciummu dan mengakhiri semua ini!” teriaknya. “Kau sangat menggelikan, Taemin. Aku mencium lehermu, lalu kenapa?” aku dapat mencium bau bir dari napasnya lalu mendorongnya.

“Aku bukan teman berhubungan seks, Minho.” Ia menggelengkan kepalanya karena tidak percaya.

“Aku tidak pernah bilang kau seperti itu! Kau selalu bersamaku dua puluh empat jam, kau tidur di tempat tidurku, tapi sepanjang waktu kau bertingkah seperti kau tidak ingin terlihat bersamaku.”

“Aku datang kemari bersamamu!” bentakku padanya.

“Aku selalu memerlakukanmu dengan hormat, Taemin.” Aku berdiri tegak menghadapnya.

“Tidak. Kau memerlakukanku seperti aku adalah barang milikmu. Kau tidak berhak mengusir Dongyup seperti itu!”

“Apa kau tahu Dongyup itu siapa?” tanyanya. Ketika aku menggelengkan kepalaku, ia mendekat. “Aku tahu dia siapa. Dia pernah dipenjara karena pelecehan seksual, tapi tuntutannya dibatalkan.” Aku melipat tanganku tak peduli. Sebenarnya itu hanya kedok saja. Aku hanya tak mau Minho melihat raut ketakutan setelah aku mengetahui kenyataan itu.

“Oh, jadi kalian mempunyai kesamaan.” Mata Minho menyipit dan otot rahangnya berkedut di bawah kulitnya.

“Kau menyebutku sebagai pemerkosa?” tanyanya pelan dengan nada dingin. Aku menekan bibirku, bahkan lebih marah karena Minho benar. Aku sudah bertindak terlalu jauh.

“Tidak. Aku hanya marah padamu.”

“Aku habis minum-minum, kulitmu hanya beberapa senti dari wajahku, kau cantik dan kau sangat wangi saat berkeringat. Aku menciummu. Maafkan aku. Lupakanlah.” Alasannya membuatku tersenyum. Entahlah aku hanya senang mendengar kata cantik disana. Padahal aku ini lelaki. Sadarlah Taemin.

“Menurutmu aku cantik?”

“Kau sangat cantik dan kau tahu itu. Apa yang kau tertawakan?”

“Tidak ada apa-apa. Ayo pergi.” Aku berusaha menyembunyikan rasa kagumku dengan tidak mengakuinya. Minho tertawa dan menggelengkan kepalanya.

“Huh? Benar kata Kibum. Kau adalah orang yang sangat merepotkan,” katanya dan membelalakan matanya padaku. Aku tak bisa berhenti tersenyum. Setelah beberapa lama, Minho mulai tersenyum. Ia menggelengkan kepalamya lagi dan melingkarkan tangannya di leherku. “Kau membuatku gila. Apa kau tahu itu?”

***

Tiba dirumah Jinki dan Minho, kami semua terhuyung di pintu. Aku langsung menuju kamar mandi untuk mencuci bau keringat serta asap rokok dari rambutku. Ketika aku keluar dari pancuran, kulihat Minho membawakanku salah satu kaos dan celana boxernya untuk baju gantiku.

Kaosnya kebesaran dan boxernya hilang di bawah kaos. Aku berbaring di atas tempat tidur dan menghela napas, masih tetap tersenyum mengingat apa yang telah ia katakan di tempat parkir. Minho menatapku sekilas dan aku merasakan sengatan di dadaku. Aku hampir merasakan dorongan kuat untuk menarik wajahnya dan menciumnya, tapi aku melawan aliran alkohol dan hormon yang mengalir di dalam darahku.

“Selamat tidur, Sweety,” bisiknya kemudian berbalik. Aku bergerak dengan gelisah, belum ingin tidur.

“Minho,” aku memanggilnya sambil menyandarkan pipiku di pundaknya.

“Hm?”

“Aku tahu aku mabuk dan kita baru saja bertengkar hebat karena masalah ini, tapi—”

“Aku tidak akan berhungan seks denganmu, jadi berhentilah bertanya,” katanya memotong perkataanku dan tetap di posisi membelakangiku.

“Huh? Bukan itu!” teriakku kesal. Minho tertawa dan berbalik menatapku dengan lembut.

“Ada apa, Sweety?” Aku mendesah.

“Ini..” kataku sembari membaringkan kepala di dadanya dan melingkarkan tanganku di pinggangnya, meringkuk sedekat mungkin padanya. Tubuhnya menegang dan tangannya di atas tak tahu harus bereaksi.

“Kau benar-benar mabuk.”

“Aku tahu,” jawabku. Terlalu mabuk untuk merasa malu. Ia meletakkan tangannya di punggungku dan tangan yang lain di rambut basahku, lalu mencium dahiku lembut. Aku memejamkan mata menikmati ciumannya sembari tersenyum kecil.

“Kau adalah satu-satunya orang yang paling membuatku bingung yang pernah kutemui.”

“Setidaknya ini yang bisa kau lakukan setelah menakuti satu-satunya pria yang mendekatiku malam ini.”

“Maksudmu Dongyup si pemerkosa? Ya, aku berutang padamu untuk itu.”

“Lupakan saja,” kataku mulai merasakan penolakan. Ia menarik tanganku dan menahannya di atas perutnya, mencegahku untuk melepaskannya.

“Tidak, aku serius. Kau harus lebih berhati-hati. Jika aku tidak ada di sana—aku bahkan tak mau membayangkannya. Dan sekarang kau mengharapkan aku meminta maaf karena mengusirnya?”

“Aku tak ingin kau meminta maaf. Ini bahkan bukan tentang itu.”

“Lalu tentang apa?” tanyanya menatap mataku mencari sesuatu. Wajahnya hanya beberapa senti dariku dan aku bisa merasakan napasnya di bibirku. Aku memberengut.

“Aku mabuk, Minho. Hanya itu alasan yang aku punya.”

“Kau hanya ingin aku memelukmu hingga kau tertidur?”Aku tak menjawab. Ia bergerak untuk menatap lurus ke mataku. “Seharusnya aku menolaknya untuk membuktikan maksudku,” katanya dengan alis berkerut. “Tapi aku akan membenci diriku nanti jika aku menolaknya dan kau tak pernah memintanya lagi.” Aku membaringkan pipiku di dadanya, lalu ia mempererat pelukannya, mendesah lembut di atas kepalaku. “Kau tidak membutuhkan alasan, Sweety. Kau hanya tinggal minta.”

***

Aku meringis karena sinar matahari menembus jendela dan alarm berbunyi di telingaku. Minho masih tertidur, memelukku dengan kedua tangan dan kakinya. Aku memutar tanganku untuk meraih dan menekan tombol tunda. Mengusap wajahku lalu memandanginya yang sedang tertidur nyenyak di dekatku.

“Ya Tuhan,” aku berbisik, heran bagaimana kami bisa seperti ini. Aku menarik napas panjang dan menahannya saat aku berusaha melepaskan diri dari pelukannya.

“Hentikan, Sweety. Aku sedang tidur,” gumamnya semakin erat memelukku.

Setelah beberapa kali berusaha, akhirnya aku dapat terlepas dari pelukannya lalu duduk di ujung tempat tidur menatap tubuhnya yang setengah telanjang tertutup selimut. Aku memandangnya sebentar dan mendesah. Batasnya jadi semakin tidak jelas dan itu kesalahanku. Tangannya keluar dari selimut dan menyentuh jariku.

“Ada apa, Sweety?” ia bertanya dengan mata sedikit sembab karena belum sepenuhnya terbangun.

“Aku akan ambil segelas air minum. Apa kau menginginkan sesuatu?” Minho menggelengkan kepalanya lalu memejamkan matanya kembali, pipinya menempel di atas tempat tidur.

“Selamat pagi, Taemin,” sapa Jinki dari atas kursi malas ketika aku keluar dari kamar Minho.

“Dimana Kibum?”

“Masih tidur. Apa yang kau lakukan sepagi ini?” tanyanya sambil melirik jam.

“Alarmnya mati tapi aku selalu bangun pagi setelah mabuk. Itu sebuah kutukan.”

“Aku juga,” ia mengangguk.

“Sebaiknya kau membangunkan Kibum. Kita ada kelas satu jam lagi,” kataku sembari meneguk air putih yang sudah aku ambil dari dispenser.

“Tadinya aku akan membiarkannya tidur,” jawabnya. Aku menggeleng dengan tegas.

“Jangan, dia akan marah kalau kesiangan.”

“Oh. Sebaiknya membangunkan dia kalau begitu,” katanya lalu berdiri. Kemudian berbalik lagi. “Oh ya, Taemin?”

“Hm?”

“Aku tak tahu apa yang terjadi antara kau dan Minho, tapi aku tahu dia akan melakukan hal bodoh untuk membuatmu kesal. Dia selalu seperti itu. Dia jarang dekat dengan seseorang dan aku tak tahu apa alasannya, dia membiarkanmu mendekat. Tapi kau harus mengabaikan kelakuan jeleknya. Hanya dengan itu dia akan tahu.”

“Tahu apa?” Tanyaku sambil mengangkat alis karena ucapan Jinki yang terlalu melodramatis.

“Kalau kau bersedia menerima Minho,” jawabnya dengan sungguh-sungguh. Aku menggelengkan kepalaku sambil tersenyum.

“Terserah apa katamu, Jinki-ya.”

Jinki menghela napas lalu menghilang masuk ke kamarnya. Aku mendengar keluhan pelan, erangan protes lalu tawa cekikikan manis Kibum. Aku mengaduk sereal di mangkukku dan menambahkan sirup cokelat ke dalamnya

“Itu sangat menjijikkan, Sweety,” kata Minho yang hanya memakai celana boxer kotak-kotak hijau. Ia menggosok matanya lalu mengeluarkan sereal dari dalam lemari.

“Selamat pagi juga,” kataku sambil menutup botol sirup cokelat.

“Aku dengar sebentar lagi ulang tahunmu.” Ia menyeringai, matanya merah dan bengkak.

“Ya. Aku orang yang tidak suka merayakan ulang tahun. Aku pikir Kibum akan mengajakku makan malam atau yang lainnya.” Aku tersenyum. “Kau boleh ikut kalau mau.”

“Baiklah.” Ia mengangkat bahunya. “Itu seminggu lagi bukan?”

“Ya. Kapan ulang tahunmu?” Ia menuangkan susu, menyelupkan serealnya dengan sendoknya.

“Masih lama. Desember tanggal 9,” jawabnya sambil mengunyah. “Kau akan terlambat nanti. Sebaiknya aku bersiap-siap.”

“Aku akan pergi bersama Kibum.” Aku tahu ia berusaha bersikap tak acuh saat ia mengangkat bahu.

“Terserah,” jawabnya lalu berbalik untuk menghabiskan serealnya.

-to be continued-

24 thoughts on “The Bet : Love Begin #3

  1. Ria 2017-02-19 / 11:54 pm

    Taemin udah mulai terbuka sama Minho ya.Gk takut lagi dekat2 Minho,bahkan Dia meluk Minho duluan.Dan Minho benar2 menjaga Taemin dgn baik.

    Like

    • nad (bluesch) 2017-02-20 / 8:04 am

      Kalau naluri udah berkata, apa boleh buat 🙂

      Terima kasih sudah berkunjung 😉

      Like

  2. fairytaeminho 2017-02-19 / 7:25 pm

    ahellah.. ini kisahnya tarik lur gitu ya.
    si taemin belum jatuh juga. tapi minho beneran menghormati taemin sbg teman / udah suka sih?
    aduh.. si minho malah maen sama cewek di bar juga. heung.. tpi so sweet deh pas mau tidur. hihihi..
    lanjut..

    Like

    • nad (bluesch) 2017-02-19 / 7:30 pm

      Sabar, Dear, masih chapter 3 lho ini hehe. Ku gabisa jawab pertanyaan kamu, kamu baca sendiri aja nanti kelanjutannya gimana.

      Terima kasih sudah berkunjung 😉

      Like

  3. blinger jonghyun 2017-02-18 / 11:05 pm

    Abstrak bangt sih ucapan orang mabukkk kekekekeee…..
    to seriusan sifat si minho di ff ini gitu amat ama cwe….,
    Seru sih ff nya mski ada beberapa bagian percakapan yang aga rada gak paham….,
    D tunggu klanjutannya😁

    Like

    • nad (bluesch) 2017-02-18 / 11:23 pm

      Taemin ga mabuk aja omongannya udah abstrak, apalagi mabuk hehe. Maaf ya kalau ada beberapa bagian yang ga dimengerti, akan aku perbaiki sebisaku kok ^^

      Terima kasih sudah berkunjung 😉

      Like

      • blinger jonghyun 2017-02-25 / 10:18 pm

        Lanjutannya kapannnn…??😂😂

        Like

      • nad (bluesch) 2017-02-25 / 10:21 pm

        Ditunggu ya ^^ pasti aku selesaiin kok ceritanya ^^

        Like

      • blinger jonghyun 2017-02-25 / 10:36 pm

        Malam ini post kah…??
        Lg langka ini ff 2min..😁😁

        Like

      • nad (bluesch) 2017-02-25 / 10:41 pm

        Belum bisa kalau malam ini. Baru setengah jalan. Ditunggu aja ya ^^ aku ga bisa mastiin kapannya ^^

        Like

  4. minnalee 2017-02-18 / 9:56 pm

    mreka nih udah sling suka yah tp msih blum bsa mnyampaikan prasaan msing” ye… si taem cmburu mungkin ama minho dan gak suka sikap minho yg slalu nidurin cwek…
    sweet bgt pas mreka ydur smbil plukan…
    part slanjut.a bnyakiniment yg sweet dong… hehehehe

    Like

    • nad (bluesch) 2017-02-18 / 10:25 pm

      Bakal ada sweet scene kok. Cuma aku gabisa kasih tahu kapan bakal muncul. Ditunggu aja ya ^^;;

      Terima kasih sudah berkunjung 😉

      Like

  5. zhewie 2017-02-18 / 9:04 pm

    Makin gereget sama cerita Minho sama Taemin,tp penasaran sama perasaan Minho yg sebenarnya.
    Ditunggu lanjutannya… ^^

    Like

    • nad (bluesch) 2017-02-18 / 10:24 pm

      Aku juga greget sendiri nulisnya 😦

      Terima kasih sudah berkunjung 😉

      Like

Fill this if you wanna say something about my post.